StockReview.id – Bank Jago (ARTO) berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja yang impresif pada semester I-2023.
Mengutip keterbukaan informasi di website Bursa Efek Indonesia sore ini (31/7), pionir bank digital berbasis ekosistem ini melaporkan menyalurkan kredit senilai Rp11,2 triliun, melonjak 54% dari posisi yang sama tahun lalu senilai Rp7,3 triliun.
Semantara itu, pertumbuhan kredit berhasil dicapai berkat konsistensi manajemen menerapkan skema partnership lending dalam beberapa tahun terakhir. Bank Jago aktif membangun kolaborasi dengan sejumlah multifinance, perusahaan rintisan, teknologi finansial dan sejumlah institusi keuangan lainnya.
Bank Jago melakukan perjanjian pembiayaan bersama PT BFI Finance Tbk (BFIN) senilai Rp2 triliun. Sebelumnya, bank digital ini sudah lebih dulu masuk ke ekosistem PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) untuk ikut membiayai produk pinjaman GoPayLater Cicil. Kolaborasi ini merupakan lanjutan dari integrasi aplikasi Jago dengan aplikasi Gojek dan GoPay.
Sedangkan, pertumbuhan kredit menghasilkan pendapatan bunga Rp984 miliar, tumbuh 40% secara tahunan (yoy). Sementara itu beban bunga naik 136% menjadi Rp152 miliar. Lonjakan beban bunga sejalan dengan tren di industri yang dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan sejak tahun lalu. Di sisi lain, Bank Jago memanen pendapatan berbasis komisi (fee income) yang mencapai 403% menjadi Rp92 miliar.
Lebih lanjut, kencangnya laju pertumbuhan kredit, bisa diimbangi dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang meningkat 65% menjadi Rp10,9 triliun. Dana murah atau current account saving account (CASA) mencapai Rp7,2 triliun, melonjak 86%. Sedangkan deposito senilai Rp2,8 triliun, meningkat 30%. Komposisi DPK didominasi CASA dengan proporsi mencapai 71%.
Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari penyaluran kredit berhasil menekan loan to deposit ratio (LDR) menjadi 111% pada akhir Juni 2023 dari posisi yang sama tahun sebelumnya 119%. Rasio intermediasi ini menunjukkan bank ekspansif dalam menyalurkan kredit namun tetap memperhatikan kecukupan pendanaan.
Sementara itu, rasio pembiayaan bermasalah (non performing loan/NPL) gross berhasil dijaga di level 1,2% dan NPL net di level 0,2%. Hal ini sejalan dengan guidance manajemen pada awal tahun yang menyatakan bakal fokus pada pertumbuhan yang berkualitas dengan neraca keuangan yang sehat.
Berbagai strategi ini berdampak ke perolehan laba bersih atau net profit after tax (NPAT) sebesar Rp41 miliar, tumbuh 40% secara tahunan. Adapun total aset melonjak 29% menjadi Rp18,8 triliun. (***)