Market

IHSG Bangkit, Sektor Energi dan Teknologi Menguat

×

IHSG Bangkit, Sektor Energi dan Teknologi Menguat

Sebarkan artikel ini

IHSG naik sebesar 0,53% dan mencapai level 7.305,25, melampaui level psikologis 7.300.

Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali pulih pada sesi perdagangan pertama Selasa (12/11/2024) setelah melemah dalam beberapa hari terakhir.

Pada pukul 10:30 WIB, IHSG naik sebesar 0,53% dan mencapai level 7.305,25, melampaui level psikologis 7.300.

Sebelumnya, IHSG bertahan di sekitar level 7.200 setelah sempat menyentuh titik kritis 7.100 akibat tekanan jual investor asing.

Nilai transaksi IHSG di sesi pertama ini telah mencapai Rp12,4 triliun dengan volume sebesar 3,7 miliar saham yang diperdagangkan sebanyak 253.641 kali.

Baca Juga: BEI Pantau Ketat Pergerakan Tiga Saham Ini

Sebanyak 261 saham mengalami kenaikan, sementara 262 saham melemah, dan 232 saham cenderung stabil.

Sektor energi dan teknologi memberikan dukungan terbesar terhadap IHSG, masing-masing mengalami kenaikan 2,2% dan 1,41%.

Beberapa emiten yang menopang IHSG di antaranya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dari sektor perbankan, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) milik Prajogo Pangestu, dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dari sektor pertambangan.

Masing-masing emiten ini memberikan kontribusi positif dengan peningkatan sebesar 6,7 dan 6,1 indeks poin di sesi pertama.

IHSG sebelumnya tertekan oleh aksi jual bersih (net sell) investor asing dalam beberapa hari terakhir.

Kemarin, investor asing kembali mencatat aksi jual bersih atau outflow hingga Rp1,53 triliun di seluruh pasar, terutama di saham-saham perbankan besar.

Aksi net sell asing ini terjadi karena ketertarikan kembali investor pada pasar saham AS dan China setelah Donald Trump memenangkan Pemilu AS 2024.

Saat bersamaan, China mengumumkan stimulus besar.

Kemenangan Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) memunculkan kekhawatiran pasar.

Ini terkait kebijakan yang bisa menekan negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

Pada Kamis lalu, Reuters mencatat bahwa Trump berencana mengenakan tarif baru yang besar pada barang impor dari China dan Meksiko.

Kebijakan tarif tersebut memicu perkiraan inflasi, memperkuat dolar AS, dan menghambat pelonggaran kebijakan The Federal Reserve (The Fed).

Penguatan dolar AS berpotensi menarik dana keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, yang selama ini terpengaruh oleh aliran dana asing.

Sementara itu, China mengumumkan paket stimulus lima tahun senilai 10 triliun yuan atau setara Rp21.900 triliun pada Jumat lalu.

Stimulus ini bertujuan mengatasi masalah utang pemerintah daerah di China serta menandakan dukungan ekonomi yang lebih besar pada tahun depan.

Banyak analis menilai stimulus ini akan berdampak signifikan pada stabilitas ekonomi regional dan mendorong pertumbuhan yang lebih cepat.