Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) emiten kontraktor pertambangan melalui anak usahaa PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) akan menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau global bond hingga US$500 juta setara Rp7,45 triliun.

Perseroan akan terlebih dahulu melewati persetujuan pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) rencana penerbitan global bond ini pada Kamis (8/5/2023).

“Surat utang yang akan ditawarkan kepada investor-investor di luar wilayah Republik Indonesia dengan jumlah maksimum US$500 juta. Dengan nilai transaksi ini lebihi 50 persen dari total ekuitas perseroan, dengan demikian merupakan transaksi material,” tulis manajemen DOID, dikutip Jumat (19/5/2023).

Surat utang direncanakan akan dijamin tanpa syarat dengan jaminan perusahaan oleh anak perusahaan penjamin. Nantinya, hasil penerbitan global bond akan diserap BUMA untuk pembayaran baik seluruh atau sebagian kewajiban utang yang tercatat dalam laporan keuangan per 31 Desember 2022.

Selain itu, emisi global bond juga akan dialokasikan untuk pembiayaan tindakan akuisisi dan sisanya apabila ada akan digunakan untuk keperluan umum DOID. Sementara itu, laporan keuangan per 31 Desember 2022, BUMA memiliki jumlah utang sebesar US$947,32 juta. Dilihat dari transaksi penerbitan global bond akan memperpanjang profil jatuh tempo utang BUMA karena dana yang diterima dari penawaran ini akan dipergunakan untuk melunasi seluruh maupun sebagian utang utang, serta untuk meningkatkan likuiditas BUMA.

Sebelumnya, pada Maret 2023, lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menyematkan peringkat BB- dengan outlook stabil kepada BUMA. Fitch juga memberikan peringkat yang sama terhadap surat utang US$400 juta yang berbunga 7,75 persen dan jatuh tempo pada 2026 Penegasan peringkat tersebut mencerminkan ekspektasi Fitch terhadap BUMA yang mempertahankan volume pengupasan lapisan penutup yang stabil selama dua tahun ke depan, dan setelah itu dapat mengganti sebagian besar volume yang hilang setelah kontrak jatuh tempo pada 2025.

Peringkat juga mencerminkan posisi kuat BUMA sebagai kontraktor pertambangan terbesar kedua di Indonesia dengan pangsa pasar 15 persen. Belanja modal BUMA pada 2022 turun menjadi US$148 juta dibandingkan 2021 yang ssebesar US$340 juta, meskipun ada beberapa limpahan dari tahun 2021. Fitch memprediksi peningkatan lebih lanjut dari kontrak batu bara metalurginya. Fitch memperkirakan belanja modal terkonsolidasi BUMA akan tetap terbatas pada belanja pemeliharaan sebesar US$125-US$135 juta per tahun hingga 2025, mendukung peningkatan leverage. (red)