Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati, optimistis bahwa ekonomi nasional ke depan akan tetap positif. Hal ini tercermin dari prospek ekonomi domestik yang masih kuat.

Penguatan tersebut ditunjukkan oleh PMI Manufaktur Indonesia yang berada pada level ekspansif 18 bulan berturut-turut (Februari mencapai 51,2). Selanjutnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) stabil di tingkat yang tinggi, yaitu 122,4.

Selain itu, pertumbuhan kredit (Konsumsi, Investasi, dan Modal Kerja) masih berada pada level yang tinggi, masing-masing 9,3%, 11,4% dan 10,1% per akhir Januari.

Demikian pula penjualan kendaraan mobil dan motor secara wholesale (yoy) yang juga masih melanjutkan pertumbuhan yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar 56,3% untuk motor dan 7,4% untuk mobil.

“Ini merupakan optimisme karena masyarakat, terutama yang menengah, sudah melakukan belanja barang-barang tahan lama seperti motor atau kendaraan. Ini menggambarkan daya belinya menunjang kemampuan mereka untuk melakukan konsumsi. Ini yang akan kita jaga terus, karena ini yang akan menjadi salah satu fondasi menjaga growth momentum kita yang sangat baik tahun lalu yaitu 5,3%,” jelas Menkeu pada Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) edisi Maret 2023 di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2023.

Selanjutnya, tingkat inflasi masih terjaga. Laju inflasi Indonesia masih moderat dibandingkan negara peers. Pengendalian inflasi pangan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas harga terutama di masa Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN).

Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh stabil di kuartal I/2023, sejalan dengan proyeksi dari berbagai lembaga internasional untuk tahun 2023 yang berada di rentang 4,7 s.d. 5,0 persen yoy untuk tahun 2023. Di pasar keuangan, kinerja rupiah dan pasar SBN terjaga.

Dollar Index secara year to date (ytd) mulai bergerak positif, nilai tukar rupiah tetap melanjutkan tren apresiasi sejak awal tahun 2023 (menguat 1,3%).

Selanjutnya, kinerja pasar SBN domestik terjaga didukung likuiditas domestik yang cukup ample dan mencatatkan inflow secara ytd (Rp33,97 triliun), sehingga mendorong tren penyempitan spread LCY.

Dibanding beberapa negara Emerging Market, posisi yield Indonesia relatif moderat. Namun demikian, dinamika pasar keuangan dan sentimen global masih perlu dicermati terutama terkait dampak rambatan atas isu stabilitas perbankan AS.