StockReview.id – Permintaan global yang meningkat terhadap produk kelapa sawit dan batu bara memberikan potensi besar untuk meningkatkan ekspor Indonesia.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, mengungkapkan bahwa tren positif ini mendorong kenaikan ekspor Indonesia pada triwulan III-2024.
LPEM mencatat bahwa ekspor Indonesia tumbuh 9,09% YoY pada periode tersebut, mengalami peningkatan dibandingkan 8,18% pada triwulan II-2024.
Pada bulan Oktober 2024, Indonesia mencatatkan nilai ekspor sebesar USD24 miliar, meningkat 10,69% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya.
Riefky menjelaskan bahwa sektor nonmigas, terutama manufaktur, menjadi penopang utama ekspor Indonesia. Sektor ini tercatat tumbuh 12,04% mtm dan berkontribusi sebesar 8,98% terhadap pertumbuhan ekspor secara keseluruhan.
Komoditas
Riefky mencatat, beberapa komoditas yang mendongkrak ekspor Indonesia di antaranya adalah minyak hewan atau nabati dan lemak, yang tumbuh 53,67% mtm. Selain itu, bahan bakar mineral juga meningkat 5,50% mtm, dan alas kaki tercatat tumbuh 22,87% mtm.
Namun, meskipun sebagian besar sektor nonmigas mengalami pertumbuhan, sektor tambang, khususnya batu bara, mengalami kontraksi. Nilai ekspor batu bara turun 7,93% YoY pada Oktober 2024.
Sementara itu, pnurunan volume ekspor batu bara sebesar 3,31% YoY pada periode yang sama. Riefky menyebut bahwa meskipun batu bara menghadapi penurunan, komoditas lain seperti kelapa sawit masih menunjukkan kinerja yang positif.
Riefky menambahkan bahwa, selain ekspor, impor Indonesia juga meningkat tajam. Laju impor tercatat melonjak 11,47% YoY pada triwulan III 2024, lebih cepat dibandingkan dengan ekspor.
Peningkatan impor ini terlihat di hampir semua kategori barang dan menciptakan tekanan pada net ekspor Indonesia.
Faktor pelambatan ekonomi pada triwulan III-2024 juga diakibatkan oleh peningkatan impor yang lebih cepat daripada ekspor.
Riefky menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2024 tercatat melambat menjadi 4,95% YoY, turun dari 5,05% pada triwulan II-2024.
Konsumsi rumah tangga yang lebih lemah dan lonjakan impor menjadi penyebab utama pelambatan ini.
Meskipun konsumsi rumah tangga menurun tipis menjadi 4,91% YoY pada triwulan III-2024, belanja pemerintah meningkat tajam. Belanja pemerintah tercatat melonjak 4,62% YoY, didorong oleh proyek infrastruktur dan kompensasi subsidi. Riefky menjelaskan bahwa belanja pemerintah ini menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan tersebut.
Impor Indonesia
Sementara itu, impor Indonesia pada Oktober 2024 tercatat sebesar USD21,94 miliar, meningkat 16,54% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya.
Peningkatan signifikan terjadi pada impor bahan baku, yang tumbuh 18,49% (mtm).
Meskipun ada lonjakan impor, Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan sebesar USD2,48 miliar pada Oktober 2024. Meskipun begitu surplus neraca perdagangan Indonesia tetap terjaga selama 54 bulan berturut-turut.
Riefky menambahkan bahwa meskipun ada penurunan surplus, ini menunjukkan kinerja perdagangan Indonesia yang masih positif.
Secara keseluruhan, meskipun ada tantangan dalam sektor batu bara dan meningkatnya impor, permintaan global yang meningkat memberikan peluang bagi Indonesia untuk mempertahankan kinerja ekspornya, khususnya di sektor kelapa sawit dan manufaktur.