Ekonomi

Harga Ayam Hidup Anjlok

×

Harga Ayam Hidup Anjlok

Sebarkan artikel ini

Harga ayam hidup (livebird) anjlok tajam usai Lebaran 2025. Dalam beberapa pekan terakhir, harga ayam hidup di tingkat produsen hanya berada di kisaran Rp 11.500 hingga Rp 12.000 per kilogram, jauh di bawah Harga Acuan Pembelian (HAP) yang ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp 21.000–Rp 23.000 per kilogram, sesuai Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2022.

Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Harga ayam hidup (livebird) anjlok tajam usai Lebaran 2025. Dalam beberapa pekan terakhir, harga ayam hidup di tingkat produsen hanya berada di kisaran Rp 11.500 hingga Rp 12.000 per kilogram, jauh di bawah Harga Acuan Pembelian (HAP) yang ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp 21.000–Rp 23.000 per kilogram, sesuai Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2022.

Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Samhadi mengungkapkan bahwa penurunan harga ini utamanya disebabkan oleh oversupply yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

 

“Potensi permintaan ayam hidup (livebird) sekitar 60 juta ekor per minggu, sementara produksi bibit ayam broiler mencapai 80–90 juta ekor. Jadi ada kelebihan pasokan sekitar 30% tiap pekannya,” ujar Samhadi.

Samhadi juga menyoroti struktur perdagangan ayam broiler yang masih didominasi oleh bentuk ayam hidup, bukan produk olahan.

Sekitar 80% perdagangan ayam broiler masih dilakukan dalam bentuk ayam hidup, dan hanya 20% yang melalui rumah potong hewan unggas (RPHU).

“Karena masih dalam bentuk komoditas mentah, maka pasar sangat rentan terhadap fluktuasi harga akibat kelebihan pasokan. Koreksi harganya bisa sangat dalam,” jelasnya.

Ia menambahkan, para pelaku usaha unggas telah mempersiapkan produksi sejak Agustus 2024 untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintah. Namun, penyerapan ayam melalui program ini ternyata tidak sesuai harapan.

“Ketika MBG mulai dijalankan Januari lalu, harapannya akan menyerap ayam dalam jumlah besar. Tapi realisasinya lambat. Banyak dapur MBG yang belum operasional, sehingga stok menumpuk dan menjadi beban,” jelas Samhadi.

Harapan peningkatan konsumsi saat momentum Lebaran juga tak terpenuhi. Daya beli masyarakat yang melemah membuat serapan ayam tetap rendah, memperpanjang tekanan harga livebird hingga saat ini.

Oversupply ayam hidup turut memengaruhi harga telur. Banyak telur dari peternak pembibit (breeder) yang seharusnya ditetaskan, akhirnya dialihkan menjadi telur konsumsi atau telur komersial.

“Ini menyebabkan kelebihan pasokan telur di pasar, dan ikut menekan harga telur,” imbuh Samhadi.

Samhadi menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah strategis dari sisi hulu, salah satunya dengan memangkas produksi bibit ayam broiler hingga 40%. “Intinya, supply harus dikurangi,” tegasnya.