Stockreview.id – PT Bukit Asam Tbk (PTBA), salah satu pemain utama dalam industri pertambangan batu bara, telah meluncurkan inovasi terbaru dalam upaya mereka untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Perusahaan ini kini mengembangkan lahan basah buatan, atau yang dikenal dengan istilah *constructed wetland*, sebagai solusi efektif untuk menangani bahan pencemar, seperti logam berat, serta menetralkan air asam tambang.

Dedy Saptaria Rosa, Asisten Vice President Perencanaan Lingkungan & Kehutanan PTBA, menjelaskan bahwa penggunaan *constructed wetland* di area tambang batu bara PTBA membawa berbagai manfaat keberlanjutan yang signifikan. Metode ini tidak hanya berfungsi sebagai pengolah air limbah tambang, tetapi juga sebagai alat restorasi untuk memulihkan ekosistem yang telah terganggu akibat aktivitas pertambangan. Selain itu, *constructed wetland* menawarkan biaya operasional dan perawatan yang rendah, serta memanfaatkan energi secara berkelanjutan melalui tanaman, menjadikannya solusi yang lebih ramah lingkungan dan mendukung prinsip keberlanjutan.

“Penerapan metode ini merupakan salah satu wujud komitmen Bukit Asam dalam menjalankan prinsip Good Mining Practice,” ujar Dedy dalam keterangannya di Jakarta pada hari Jumat.

PTBA menerapkan dua model utama *constructed wetland* dalam operasional mereka: sistem floating wetland dan swampy forest. Sistem floating wetland merupakan inovasi yang memanfaatkan pipa paralon sebagai platform apung di atas kolam yang berisi air asam tambang. Pipa-pipa ini diisi dengan bahan organik, seperti bokashi dan pupuk tankos, dan ditanami tumbuhan yang berfungsi untuk menyerap logam berat dari air.

Tanaman yang digunakan dalam sistem ini meliputi berbagai jenis yang memiliki kemampuan menyerap unsur logam berat, seperti Akar Wangi (Vetiveria zizanioides), Melati Air (Echinodorus palaefolius), Lonkida (Nauclea orientalis), Jelutung Rawa (Dyera costulata), Balangeran (Shorea balangeran), Gelam (Melaleuca leucadendron), dan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). Akar tanaman ini akan menyebar ke dalam air asam tambang, menyerap unsur logam berat dan membantu memperbaiki kualitas air.

Model kedua, swampy forest, menggabungkan tanaman air dengan tanaman rawa untuk menciptakan lingkungan yang ideal bagi proses penyerapan logam berat. Tanaman-tanaman ini berfungsi untuk mengolah air tambang dan menjadikannya layak digunakan kembali dalam berbagai keperluan operasional.

Dedy menambahkan bahwa air tambang yang telah diolah dan memenuhi baku mutu lingkungan kemudian dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, seperti pembersihan fasilitas penanganan batubara (Coal Handling Facility), serta untuk kebutuhan air bersih di perkantoran tambang. “Pemanfaatan air tambang untuk menunjang kegiatan operasional dapat memberikan manfaat yang optimal serta efisien dalam penggunaan air permukaan,” kata Dedy.

Komitmen PTBA terhadap teknik pertambangan yang baik dan keberlanjutan lingkungan tidak hanya sebatas pada inovasi ini. Perusahaan ini terus berupaya untuk memastikan bahwa semua kegiatan operasionalnya berlangsung secara efektif, efisien, aman, dan ramah lingkungan. “Aspek keberlanjutan sangat penting bagi Bukit Asam dalam upaya menghadirkan energi tanpa henti untuk negeri. Ini selaras dengan visi Bukit Asam untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan,” tambah Dedy.

Inovasi lahan basah buatan oleh PTBA ini menandai langkah maju penting dalam pengelolaan lingkungan pertambangan. Dengan pendekatan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan ini, PTBA tidak hanya berkontribusi pada pemulihan ekosistem, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai pelopor dalam industri energi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. (rht)