StockReview.id – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) memastikan pengelolaan potensi panas bumi sebagai prioritas utama kinerja bisnisnya dalam dua tahun ke depan.

Komitmen tersebut disokong dari 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dan satu Wilayah Kerja Penugasan, dengan kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW.

Ba
“Sebanyak 672 MW dikelola langsung dan 1.205 MW melalui operasi bersama (join operation contract),” ujar Direktur Utama PGEO, Julfi Hadi, dalam keterangan resminya, Kamis (13/7/2023).

Menurut Julfi, pihaknya telah memasang target untuk dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola secara langsung menjadi 1 gigawatt (GW).

Target tersebut bakal coba direalisasikan dengan adanya 672 MW kapasitas terpasang dan rencana penambahan 340 MW dalam dua tahun mendatang.

Rencananya, penambahan tersebut bakal didapat dari proyek-proyek yang sudah siap dieksekusi, seperti Hulu Lais (Unit 1 dan 2) sebesar 110 MW, Lumut Balai (Unit 2) sebesar 55 MW serta optimalisasi teknologi binary di area-area existing seperti Hululais, Lumut Balai, Ulubelu dan Lahendong.

“Untuk mencapai target 1 GW, PGE mengimplementasikan strategi quick wins melalui optimalisasi pemanfaatan teknologi binary (co-generation) serta pemanfaatan electrical submersible pump (ESP),” tutur Julfi.

Pulau Sumatera dan Jawa sendiri, menurut Julfi, memiliki potensi sumber daya panas bumi sebesar ~17,4 GW. Sebagai pulau yang paling banyak memiliki industri di Indonesia, panas bumi memiliki potensi untuk menjadi sumber daya utama baseload hijau untuk sektor industri.

“Melihat potensi yang besar, PGE berkomitmen untuk memaksimalkan potensi tersebut serta akan mengeksplorasi wilayah lainnya,” ungkap Julfi.

Secara garis besar, Julfi menjelaskan, dalam pengembangan potensi geothermal di Indonesia ini PGE memiliki dua tantangan, yaitu secara komersial dan teknologi.

Namun tantangan pengembangan panas bumi tersebut, disebut Julfi, telah berhasil dihadapi dengan baik oleh PGE melalui maksimalisasi peluang komersial dan optimalisasi teknologi. Untuk mengoptimalkan peluang komersial tersebut, PGE mengembangkan produksi green hydrogen, serta produksi green methanol.

Selanjutnya lagi adalah optimalisasi pemanfaatan sumber geothermal selain dari listrik, misalnya dari steam dan brine untuk pemanas, geotourism, pengering untuk keperluan agrikultur, ekstraksi silika, meningkatkan interkoneksi antara lokasi produksi geothermal dan secondary product di Pulau Sumatera.

“Semua rencana yang sudah disiapkan PGE ini merupakan bentuk dukungan terhadap roadmap pemerintah dalam meningkatkan peran energi terbarukan dalam bauran energi nasional, yaitu menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemimpin kapasitas panas bumi di dunia dengan kontribusi sebesar 28 persen dalam rangka mencapai NZE (Net Zero Emission),” papar Julfi.

Sementara itu, sepanjang gelaran Indonesia EBTKE Conference and Exhibition (ConEx) 2023, PGEO menyiapkan sejumlah kerjasama strategis dengan beberapa pihak untuk dapat mendukung peningkatan produksi, ekspansi bisnis, serta tentunya pengembangan potensi panas bumi di Indonesia.

“Ke depan, kami juga mengupayakan untuk bermitra dengan mitra-mita strategis internasional yang memiliki visi yang sejalan dengan PGE untuk mengembangkan potensi panas bumi guna memberikan akses ke energi bersih yang andal dan terjangkau untuk terus memajukan Perseroan serta industri EBT Tanah Air,” tegas Julfi.