Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – BPJS Ketenagakerjaan mencatat pertumbuhan dana kelolaan investasi sepanjang kuartal pertama 2023. Pertumbuhannya adalah sekitar 12,6% dari periode yang sama tahun lalu. Secara rinci, portofolio lainnya tersebar di beberapa aset, antara lain deposito sebanyak 11,1%, saham sebanyak 11,1% reksadana sebanyak 6%, dan terakhir dalam bentuk properti dan investasi langsung sebanyak 0,4%.

Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Ridwan mengungkapkan bahwa dana investasi yang dikelola saat ini sebesar Rp 642 triliun. Ia menyebutkan portofolio yang paling banyak masih berasal dari obligasi sebesar 72%.

“94% di antarnya dalam bentuk Surat Utang Negara, kondisi ekonomi sekarang membuat pihaknya lebih memfokuskan pada penempatan instrumen yang bersifat jangka panjang dan sebagian lainnya jangka pendek dengan tetap menjaga likuiditas dan solvabilitas program,” ujar Edwin.

Menurtnya, portofolio investasi saham BPJS Ketenagakerjaan hampir semuanya ditempatkan pada saham-saham yang tergabung di dalam indeks LQ45.

Dari penempatan portofolio seperti itu, Edwin menyebutkan BPJS Ketenagakerjaan juga mampu mencatatkan pertumbuhan hasil investasi. Dimana, hasil investasi senilai Rp 10,7 triliun, tumbuh 19,13% dari posisi yang sama pada tahun 2022. Setara dengan Yield of Investment sebesar 6,83%.

Beberapa tantangan dari investasi lembaga tersebut ke depannya. Terutama, masih terkait dengan kondisi tingkat suku bunga saat ini. Tingkat suku bunga global masih tinggi di triwulan I tahun 2023 guna menekan tingkat inflasi. Hanya saja, itu bisa berubah ketika munculnya beberapa kasus kejatuhan bank di US seperti Silicon Valley Bank (SVB).

Kondisi itu berpotensi mendorong the Fed untuk segera mengakhiri kenaikan tingkat suku bunga acuan guna menjaga stabilitas sektor perbankan. Tak hanya itu, pihaknya juga masih menunggu peraturan turunan terkait investasi di BPJS Ketenagakerjaan dalam UU P2SK yang telah diundangkan awal tahun ini.

“Outlook ekonomi global diperkirakan akan semakin tidak pasti di tahun 2023 seiring dengan meningkatnya risiko terjadinya resesi ekonomi global, akan diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah yang akan diprakarsai oleh Kementerian Keuangan,” ungkapnya. (rht)