Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Pemerintah Indonesia dan Malaysia bekerja sama mengatasi diskriminasi terhadap kelapa sawit. Kedua negara diharapkan menetapkan harga yang menguntungkan bagi berbagai pihak.

Perluasan akses pasar juga akan dilakukan dalam kerangka kerja sama ini dengan memperhatikan prinsip selektif juga penting untuk dilakukan guna mengoptimalkan keuntungan tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara The Palm Oil Industrial Dialogue Between Indonesia and Malaysia, Kamis (9/2/2023) mengatakan kedua negara merupakan kontributor terbesar pasokan minyak sawit global.

Produksi minyak sawit di Indonesia mencapai 46,8 juta ton pada 2022 dengan sebagian besar produksi digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Pemerintah juga terus berupaya mendorong perkembangan industri minyak sawit melalui berbagai kebijakan.

“Pemerintah Indonesia sendiri telah meluncurkan program B35. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi sekaligus menghemat devisa 10,75 miliar dolar AS. Dengan mengurangi 34,9 juta ton emisi Gas Rumah Kaca, ini juga akan mendukung transisi Indonesia menuju energi yang adil dan inklusif,” kata Menko Airlangga.

Adapun perekonomian nasional yang tumbuh sepanjang 2022 sebesar 5,31 persen, salah satunya di dorong sektor pertanian yang memiliki capaian pertumbuhan ekspor hingga 6,53 persen (yoy) dari Rp329,4 triliun pada 2021 menjadi Rp350,9 triliun pada 2022. Kinerja solid ekspor sektor pertanian, salah satunya didominasi oleh komoditas minyak sawit sebagai urutan teratas ekspor.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan Indonesia dan Malaysia dalam mendorong industri minyak sawit, yakni fokus pada pengembangan petani kecil dengan meningkatkan penyerapan produk di dalam negeri serta mendorong percepatan hilirisasi.

Penguatan aspek keberlanjutan kelapa sawit melalui skema sertifikasi nasional, yakni ISPO dan MSPO juga perlu terus dilakukan, terlebih saat ini Sekretariat CPOPC juga telah mengeluarkan Global Framework Principles for Sustainable Palm Oil (GFP-SPO).

Pemangku kepentingan domestik juga diperlukan untuk merumuskan strategi dalam mempertahankan harga remunerasi minyak sawit, mengingat sebagai kontributor pasokan minyak sawit global terbesar di dunia.

Usai diskusi bersama pelaku industri tersebut, Menko Airlangga memberikan keterangan pers mengenai pertemuan bilateral dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia YAB Dato’ Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof yang telah dilakukan pada awal kegiatan.

Pembahasan yang diangkat, yakni seputar masalah industri kelapa sawit, serta usulan pendekatan bersama dan kemungkinan tindakan terkoordinasi.

“Kami sepakat untuk terus melindungi sektor kelapa sawit dengan memperkuat upaya dan kerja sama dalam mengatasi diskriminasi terhadap kelapa sawit. Menanggapi meningkatnya kebijakan sepihak yang mempengaruhi kelapa sawit, pertemuan ini sepakat untuk memanfaatkan keterlibatan dengan negara-negara pengimpor utama melalui dialog kebijakan,” tutur Menko Airlangga.

Dia menuturkan bahwa untuk menanggapi kesepakatan politik tentang proposal Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa (UE) telah disepakati akan dilakukan misi bersama ke UE untuk mengomunikasikan solusi dan konsekuensi dari peraturan tersebut.

Usai misi ke UE, kunjungan juga akan dilakukan ke India untuk mempromosikan penggunaan minyak sawit menyusul pengakuan ISPO dan MSPO oleh India melalui inisiatif bersama dengan Indian Palm Oil Sustainability Framework (IPOS), serta pengenalan GFP-SPO.

Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan penyerahan Keketuaan CPOPC untuk tahun 2023 kepada YAB Dato’ Sri Fadillah bin Hj Yusof serta membahas strategi perluasan keanggotaan CPOPC dan melihat kemungkinan Honduras untuk menjadi anggota ketiga CPOPC dalam waktu dekat.