Ekonomi

Kementerian ESDM Rancang Aturan Turunan Perpres Tarif EBT

×

Kementerian ESDM Rancang Aturan Turunan Perpres Tarif EBT

Sebarkan artikel ini
Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Revisi aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) No.112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik hingga kini belum juga rampung. Regulasi turunan yang nantinya berbentuk peraturan Menteri ESDM atau Permen itu sedianya ditargetkan terbit sebelum September 2023.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan (EBTKE) Kementerian ESDM Haris Yahya mengatakan, pihaknya saat ini masih merancang aturan turunan yang dimaksudkan agar perusahaan swasta atau independent power producer (IPP) panas bumi untuk merevisi harga jual listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tersebut.

“Itu sebenarnya kan update harga itu bisa saja ada kenaikan ada penurunan bisa juga tetapi akan ditetapkan dalam keputusan Menteri ESDM atau peraturan Menteri ESDM. Namun setahu saya belum sampai kepada kita melakukan upaya update, meski sekarang sudah dicoba dilakukan evaluasi tapi formalnya itu diusulkan belum,” ujarnya di Jakarta.

Revisi aturan turunan ini didasarkan pada pertimbangan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik. Nantinya, melalui pertimbangan tersebut akan diperhitungkan seberapa besar keekonomian tarif listrik EBT yang akan dibayarkan oleh masyarakat dan turut memperhitungkan kemampuan Indonesia dalam memberikan subsidi atas tarif tersebut.

“Khusus untuk renewable energi ada hydro, geothermal, ada wind, solar, yang dalam satu kesisteman itu kan sebenarnya membentuk cost of production dari listrik secara keseluruhan. makanya ada biaya pokok produksi. BPP ini acuan PLN untuk melihat seberapa besar harga yang pantas atau tarif yang akan dibayarkan oleh masyarakat dan tentunya mempertimbangkan kemampuan negara dalam memberikan subsidi,” paparnya.

Lebih lanjut Haris mengungkapkan, revisi tarif juga bisa terjadi pada tarif yang akan diberlakukan untuk listrik yang bersumber dari panas bumi.

Harris mengungkapkan jika ada insentif tambahan yang akan diberikan oleh pemerintah untuk energi panas bumi, maka hal tersebut akan berpengaruh pada harga jual listrik energi panas bumi.

“Ada perkembangan-perkembangan misal di panas bumi kalau ada insentif tambahan yang diimplementasikan tentu akan berpengaruh pada biaya produksi panas bumi yang akan berpengaruh pada harga jual listrik dari perusahaan pembangkit, pada PLN,” tandasnya.
Sebagai informasi, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan aturan mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022.

Sejatinya, inti dari Peraturan Presiden (Perpres) yang ditunggu oleh investor EBT ini adalah persoalan mengenai tarif listrik EBT yang akan dijual ke PT PLN (Persero). Adapun inti dari aturan itu berada pada Bab II, terkait dengan Harga Pembelian Tenaga Listrik.

Dilansir dari beragam sumber, Harris Yahya pun berharap, aturan turunan itu dapat memberi ruang kepada IPP panas bumi untuk bernegosiasi dengan PLN ihwal harga yang tepat pada suatu proyek pengembangan lapangan nantinya.

“Revisi harganya misalnya mengatakan kurang menarik nih, nah kita coba evaluasi dan ditetapkan angkanya begitu bagusnya berapa, tapi mekanismenya tidak berubah, hanya nilainya,” kata Harris saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/5/2023) lalu.

Harris menggarisbawahi, harga patokan tertinggi atau celling tarif sudah diatur lebih dahulu lewat Perpres No.112/2022 yang disahkan pada September tahun lalu. Harga patokan itu bakal ditetapkan sebagai batas atas nantinya. Kendati demikian, lewat peraturan menteri yang tengah disusun ini, IPP panas bumi masih dapat menawar harga yang lebih tinggi dari patokan tersebut.

“Negosiasi nanti dengan PLN, angkanya tidak boleh lebih dari angka di Perpres, kalau ada di luar harga patokan tertinggi harus ada persetujuan menteri,” tuturnya.

Prinsipnya, dia menggarisbawahi, aturan turunan itu bakal mengatur perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) panas bumi yang lebih adil bagi pengembang. Artinya, harga jual listrik panas bumi yang disepakati nantinya mesti dapat menjaga keekonomian proyek ke depan.

“Berapa harga yang terkontraknya itu didasarkan keekonomian dari proyek EBT-nya, jadi tidak harus seperti yang di angka tertinggi itu,” jelasnya.