StockReview.id – Rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 22% menjadi 20% disambut baik oleh kalangan pengusaha. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi dunia usaha di Indonesia.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, menjelaskan bahwa penurunan tarif PPh Badan ini akan meningkatkan daya saing perusahaan dan memberikan ruang likuiditas yang lebih baik. “PPh Badan ketika diturunkan, akan memberikan sentimen positif terhadap dunia usaha, karena akan menambah daya saing dan memberikan ruang likuiditas lebih baik,” ungkap Ajib dalam wawancara.
Namun, Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Chandra Wahjudi, memberikan catatan penting. Ia memperingatkan bahwa penurunan tarif PPh Badan akan sulit dilakukan dalam kondisi penerimaan pajak yang masih dalam tren kontraksi.
“Untuk menurunkan PPh Badan dengan kondisi APBN saat ini akan sangat sulit, mengingat negara membutuhkan pemasukan lebih sehingga tax ratio tahun depan rencananya akan dinaikkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran, Anggawira, menyampaikan bahwa penurunan tarif PPh Badan menjadi 20% mungkin tidak akan langsung diterapkan pada tahun depan.
Kebijakan perpajakan memerlukan waktu untuk dikaji secara menyeluruh, baik dari segi dampak terhadap penerimaan negara maupun kesiapan dunia usaha.
Anggawira menambahkan bahwa pemerintahan Prabowo mungkin akan mempertimbangkan penerapan secara bertahap, setelah melakukan evaluasi kondisi ekonomi dan proyeksi penerimaan negara. “Oleh karena itu, penurunan tarif PPh Badan menjadi 20% mungkin baru akan
Tarif PPh Badan di Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Vietnam mengenakan tarif 15% hingga 17%, Singapura 17%, dan Thailand 20%.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa penerimaan PPh Badan hingga Agustus 2024 mencapai Rp 212,7 triliun, yang mengalami kontraksi 32,09% sejalan dengan penurunan performa perusahaan akibat penurunan harga komoditas global. (rht)