Ekonomi

Harga Batu Bara Menguat, Tembus USD132 per Ton

×

Harga Batu Bara Menguat, Tembus USD132 per Ton

Sebarkan artikel ini
Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Kontrak berjangka (futures) batu bara Newcastle menguat 0,76 persen di level USD132 per ton pada Jumat (1/3/2024). Sebelumnya, melansir laman Trading Economics, harga batu bara mengalami kenaikan 10,55 persen selama sepekan tembus di atas level USD130 per ton pada penutupan perdagangan pekan lalu.

Harga batu bara menguat 13, 79 persen persen secara bulanan, setelah sempat turun menjadi USD115 per ton beberapa waktu lalu dan di level terendah sejak Mei 2021 karena penurunan permintaan. Batu bara berjangka di bursa Newcastle kini melonjak di level tertinggi dalam lebih dari satu bulan.  

Data terakhir menunjukkan bahwa impor batu bara termal melalui laut di Asia dilaporkan menjadi 77,65 juta metrik ton pada bulan Januari, turun 5 persen dari rekor tertinggi pada bulan Desember. Meskipun terjadi penurunan impor China dari bulan sebelumnya, impor tersebut masih 34 persen lebih tinggi dibandingkan bulan Januari 2023.

Hal ini dipicu oleh peningkatan permintaan pembangkit listrik tenaga panas karena penurunan produksi pembangkit listrik tenaga air dan keunggulan biaya dibandingkan batu bara dalam negeri. India juga mengalami penurunan impor selama tiga bulan berturut-turut namun mengalami kenaikan sebesar 27,2 persen dibandingkan Januari 2023. Sementara itu, Jepang dan Korea Selatan menunjukkan permintaan yang kuat terhadap batu bara termal.

Ke depan, India diperkirakan akan mengalami penurunan impor batu bara termal untuk pertama kalinya sejak pandemi ini, didorong oleh peningkatan produksi dalam negeri dan tingginya persediaan. Perkiraan menunjukkan penurunan impor India akan terjadi sebesar 3-6 persen.

Dalam proyeksi Badan Energi Internasional (IEA), permintaan batu bara diperkirakan akan menurun mulai tahun 2026. Ini adalah pertama kalinya laporan IEA memproyeksikan penurunan permintaan batu bara. Laporan tersebut memproyeksikan permintaan batu bara secara global akan meningkat sebesar 1,4 persen pada 2024, untuk pertama kalinya melampaui 9,37 miliar ton.

Meski demikian, sebagian besar negara maju diperkirakan akan mengalami penurunan konsumsi tahun ini, termasuk rekor penurunan konsumsi di Amerika Serikat dan Uni Eropa masing-masing sekitar 20 persen. Pada saat yang sama, permintaan terhadap batu bara di negara-negara berkembang akan terus meningkat, dengan peningkatan sebesar lima persen di China dan peningkatan sebesar delapan persen di India karena lemahnya kontribusi pembangkit listrik tenaga air dan peningkatan permintaan listrik.

Laporan tersebut memperkirakan permintaan batu bara secara global akan turun sebesar 2,3 persen pada tahun 2026, dibandingkan dengan tingkat pada tahun 2023, bahkan jika pemerintah tidak mengumumkan dan menerapkan kebijakan iklim dan energi bersih yang lebih ketat.

Penurunan ketergantungan terhadap batu bara akan didorong oleh perluasan kapasitas energi terbarukan hingga tahun 2026.

“Saat ini, batu bara masih menjadi sumber energi terbesar untuk pembangkit listrik, pembuatan baja, dan produksi semen, sehingga tetap memegang peranan penting dalam perekonomian dunia. Pada saat yang sama, batu bara merupakan sumber terbesar emisi karbon dioksida (CO2) buatan manusia, dan membatasi konsumsi batu bara merupakan hal yang penting untuk memenuhi target iklim internasional,” kata laporan IEA pada akhir 2023 lalu.