Finansial

Strategi dan Model Bisnisnya Standard Chartered di Indonesia

×

Strategi dan Model Bisnisnya Standard Chartered di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Standard Chartered pada usianya yang ke 160 tahun telah mengakarkan layanan bisnis perbankannya di Indonesia dan menyampaikan komitmennya untuk terus memperkuat bisnisnya di tanah air.

Baru-baru ini tim manajemen global Standard Chartered Plc Group berkunjung ke Indonesia untuk mengadakan pertemuan dengan dewan direksi dan para pemangku kepentingan, tidak terkecuali dengan para regulator dan para kliennya.

“Kami melakukan pertemuan yang sangat baik dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritimin dan Investasi, kami juga mengundang Menteri Koordinator Luar negeri. Misinya adalah untuk menunjukkan komitmen kami yang mendalam kepada Indonesia, yang merupakan pasar yang masuk dalam daftar prioritas tertinggi kami,” kata José Viñals, Standard Chartered Plc Group Chairman saat ditemui di Jakarta.

Jose menyampaikan kedatangannya ke Indonesia dalam tujuan program kunjungan ke otoritas-otoritas utama untuk melakukan diskusi penting terkait strategi yang akan ditempuh, mengingat Indonesia sebagai pasar dengan prospek bisnis yang menjanjikan. Pasalnya bank memiliki klien-klien yang sangat penting di Indonesia.

“Hal ini telah meningkatkan kemudahan berbisnis, khususnya omnibus law yang terbaru,” kata Jose.

Jose melaporkan setidaknya 70% pendapatan dan keuntungan Standard Chartered secara global berasal dari negara-negara Asia, termasuk di dalamnya China, India, Indonesia, hingga Australia. Begitu pun prospek ekonomi yang besar di wilayah ASEAN khususnya Indonesia sebagai wilayah terbesar di kawasan ini.

Sebagai perusahaan yang mengoperasikan waralaba perbankan universal baik dalam hal perbankan korporasi, perbankan institusional, dan juga perbankan ritel, Standard Chartered menyampaikan pihaknya sangat bekerja keras untuk menarik peluang investasi.

Bank telah membangun hubungan dengan investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

Jika melihat laporan kinerja Standard Chartered Indonesia pada kuartal I-2023, total kredit bank yang disalurkan tercatat sebesar Rp 26,1 triliun, naik 5% (YoY) dari tahun lalu. Adapun dari total tersebut, bank telah menyalurkan kredit korporasi sebesar Rp 23,9 triliun.

Selain membawa minat investor internasional untuk membangun pabrik produksi di Indonesia, Bank juga berupaya mendorong pembiayaan berkelanjutan berbasis Environmental Social and Governance (ESG) di Indonesia.

Pada event B20-G20 tahun lalu, Standard Chartered sebagai mitra pembiayaan pada proyek PLTS Cirata 145MWac di Jawa Barat yang digadang-gadang akan menjadi PLTS terbesar di Asia Tenggara. Secara global, ini merupakan target bank untuk dapat memobilisasi pembiayaan hijau dan transisi senilai US$ 300 miliar hingga 2030 mendatang.

“Orang-orang lebih bersedia untuk berinvestasi dalam produk manajemen. Dan saya pikir itu adalah salah satu area di mana kita melihat peningkatan minat di bidang produk terkait keberlanjutan di sektor ESG. Hal ini akan semakin kuat di seluruh dunia. Jadi ada fokus besar untuk mengalokasikan dana ke sektor bisnis tersebut,” kata Jose.

Di sisi lain bank juga telah membangun hubungan baik dengan para investor asing yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Indonesia membawa minat investor internasional yang membangun pabrik produksi di Indonesia, dan untuk berkontribusi pada perkembangan industrial yang berkelanjutan.

Secara global Standard Chartered telah berhasil melewati lingkungan bisnis eksternal yang sangat menantang baik dari segi pertumbuhan makro, inflasi yang meningkat, terjadi krisis geopolitik, krisis energi dan pangan. Meski begitu Jose menyampaikan pihaknya tetap melihat tahun 2023 sebagai tahun yang juga tidak mudah.

“Kita mengalami perlambatan pertumbuhan global, inflasi masih tetap tinggi. Suku bunga telah meningkat. Ini mungkin akan turun lagi di negara-negara maju sampai inflasi terkendali. Kenaikan suku bunga memang membantu kami dalam hal margin keuntungan, namun kekuatan yang mendasari bisnis juga sangat penting,” katanya.

Tahun ini Jose menyampaikan pertumbuhan pendapatan bank secara global akan tetap sangat baik. Pihaknya berharap imbal hasil atas ekuitas berwujud akan meningkat lebih jauh hingga 10% pada tahun 2024, bahkan ditargetkan bisa lebih dari 11%.

“Jadi pendapatan tumbuh meskipun dalam konteks internasional, profitabilitas tumbuh dan kami terus memberikan layanan dan produk yang lebih baik kepada pelanggan kami,” jelas Jose.

Dari sisi bisnis perbankan, Standard Chartered menyampaikan pengalihan portofolio bisnis ritel konvensionalnya ke Bank Danamon merupakan strategi Bank untuk menjangkau lebih banyak nasabah. Adapun portofolio yang dialihkan adalah kartu kredit, kredit tanpa agunan (KTA), kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB).

Pengalihan portofolio bisnis ritel konvensionalnya tersebut juga telah mempertimbangkan bank di Indonesia yang sudah memiliki jaringan kantor cabang yang sangat matang. Sehingga Standard Chartered memilih beralih dari cara tradisional ke cara modern yang lebih rinci.

Jose menyampaikan Bank Danamon sendiri telah memiliki lebih banyak nasabah, hal tersebut adalah kesempatan besar bagi Standard Chartered Indonesia untuk meningkatkan operasi ritel massalnya, dan ini merupakan peluang bagi bisnis di Indonesia dan upayanya berkontribusi kepada perekonomian Indonesia.

“Kami juga memiliki inisiatif produk, yaitu pinjaman digital. Kami bekerjasama dengan beberapa fintech seperti Kredivo untuk memberikan pinjaman. Dengan cara ini di satu sisi jauh lebih nyaman dan efisien. Ini juga membantu kami mendapatkan nasabah karena biayanya jauh lebih rendah, tetapi juga meningkatkan bisnis secara signifikan daripada yang kami lakukan sebelumnya,” kata Jose.

Jose juga menyampaikan model bisnis tersebut memudahkan bank dalam menjangkau lebih besar nasabah sehingga membuat bisnisnya juga berkembang lebih besar. Ini juga merupakan peluang yang ditangkap bank dari platform digital yang lebih modern dibandingkan dengan cara tradisional.

“Kami fokus dengan model pinjaman asing yang utama. Ini hanya cara yang berbeda dalam melakukan sesuatu dan memberikan layanan kepada masyarakat. Dengan cara yang berbeda, bukan menghentikan layanan tersebut. Mengevaluasi rute digital ini adalah sesuatu yang telah kami ikuti di Indonesia dengan cara yang khusus,” kata Jose.